Melalui desain interior, sebuah ruang tak terpakai pada akhirnya menjadi sesuatu yang berarti; sanctuary yang memberi ketenangan.
Sebuah ruang bisa saja mengalami perubahan fungsi dan tatanan yang radikal, terlebih apabila memang perubahan tersebut memang merupakan suatu kebutuhan. Seperti halnya sebuah garasi tidak terpakai, yang kemudian diubah menjadi sebuah ruang kerja semi galeri, dengan nuansa tatanan ruang yang etnik. Bentuk bangunan utamanya sendiri masih tipikal buatan pengembang, yang rencananya akan diubah secara berangsur-angsur. Dari area garasi dan teras belakang metamorfosa ruang pun dimulai. Perubahan fungsi ruang ini memang merupakan kebutuhan, mengingat terkadang beban pekerjaan sering kali dikerjakan di rumah. Untuk itu, diperlukan adanya ruang kerja yang nyaman. Sedangkan penataan teras belakang yang difungsikan sebagai area ruang makan terbuka yang menghadap bukaan kecil, dimaksudkan untuk membawa suasana segar ke bagian dalam bangunan.
Gaya etnik yang natural serta lekat dengan unsur kayu dan batu adalah gaya yang disukai sang pemilik yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang arkeologi. Menurutnya, sesuatu yang alami lebih memiliki “rasa” dan bersifat menenangkan. Hal ini terlihat jelas dari benda-benda koleksinya yang sebagian besar berunsur kayu.
Nuansa yang spesifik sengaja dibentuk untuk menghadirkan suasana yang sama sekali berbeda dengan lingkungan di sekitar, terlebih dari hiruk-pikuk Kota Jakarta. Dengan membuat ruang kerja yang bersuasana sama sekali tidak formal, bahkan cenderung santai, diharapkan dapat menjadi tempat untuk sejenak “menghilangkan diri” dalam suasana yang menyenangkan, meski dihadapkan pada tugas-tugas yang harus diselesaikan.
Beruntung keinginan ini dapat diterjemahkan dengan baik oleh Desainer Interior Citra Smara Dewi, yang memang boleh dikatakan memiliki kecenderungan desain bernuansa etnik. Ruang memanjang ini dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu ruang penerima, ruang kerja, dan ruang duduk. Suasana natural dibangun sejak dari area luar bangunan melalui gerbang kayu yang langsung terhubung dengan jalur setapak yang membelah kolam kecil selebar bangunan.
Ruang penerima mungil dengan perangkat ruang kursi berdesain unik terbuat dari kayu, merupakan hal pertama yang dijumpai ketika memasuki ruangan seluas kurang lebih 40 meter persegi. Perangkat berikutnya adalah meja kerja terbuat dari amben. Sebagai tumpuan, agar tingginya sesuai dengan standar meja kerja, keempat kakinya dipasangi umpak sebagai tumpuan. Terakhir adalah seperangkat kursi malas klasik yang sangat membantu membentuk ambience ruang yang diinginkan.
Ruang santai ini berbatasan langsung dengan dapur, hanya dipisahkan oleh semacam bar tabble yang memang berfungsi untuk menyalurkan hidangan yang dapat dinikmati sambil bersantai di area ini. Sentuhan artistik lain adalah kain yang dipasang pada eksposan kayu kaso di langit-langit. Kain ini dipakukan pada kayu tersebut, dan dibuat menggelombang sepanjang ruangan. Hal ini membuat suasana ruang menjadi semakin artistik.
Melalui desain interior, sebuah ruang tak terpakai pada akhirnya menjadi sesuatu yang berarti. Ruang unik yang mengemban fungsi paradoks, karena area kerja yang biasanya bersuasana formal, kali ini bisa dijadikan semacam sanctuary yang menenangkan.